Senin, 29 November 2010

Materi Ushul Fiqh KI

Pertemuan ke 10
Thuruq Maknawiyah (Metode Istimbath dengan cara maknawi)
Setelah memahami thuruq Lafziyah (Istimbath dengan cara tinjauan Lafazh) kini ada metode istimbath yang juga penting digunakan dalam menggali hukum-hukum syar’i. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penggalian hukum secara maknawi, yaitu sebagai berikut:
1. Ijma’ : yaitu kesepakatan para ulama mujtahid dalam memecahkan permasalahan hukum yang memang tidak terdapt pemecahannya secara khusus dalam al-Quran. Ijma’ terbagi kepada ijma’ sharih dan ijma’ sukuti. Ijma’ sharih adalah ijma’ yang dikarenakan para ulama dalam memecahkan permasalahannya secara jelas dalam arti semua para ulama menjawab dengan jawaban yang sama dan sepakat. Sedangkan ijma’ sukuti adalah kebalikan dari ijma’ sharih yaitu sebagian para ulama tersebut tidak memberikan jawabannya secara jelas dan diantara mereka tidak ada kesepakatan.
2. Qiyas: yaitu menyamakan sesuatu yang tidak ada nashnya kepada yang ada nashnya karena ada kesamaan illat (alasan). Contohnya adalah narkoba atau benda-benda haram lainnya yang tidak tercantum dalam al-Quran karena ada kesamaan illat (alasan) dengan perkara yang ada nashnya yaitu khamar (sesuatu yang memabukan), sehingga hukum narkoba diqiyaskan dengan hukum khamar yaitu haram. Qiyas ini memiliki rukun, yaitu (1) asal; perkara yang ada nashnya yaitu khamar (2) far’u, perkara yang tidak ada nashnya yaitu narkoba (3) hukum asal yaitu dalil keharaman khamar dan (4) illat yaitu alasan yang dibenarkan dan adanya kemiripan antara asal dan far’u .
3. Maslahah mursalah; yaitu pertimbangan kemaslahatan yang terus berkelanjutan dijadikan metode dalam pengambilan hukum. Dalam arti bahwa suatu perkara yang memang tidak ada hukumnya dalam al-Quran dan Sunnah tetapi berdasarkan kemaslahatan yang terus berkelanjutan, perkara tersebut dapat atau boleh dipertimbangkan, seperti arisan, memuat jembatan dan lain-lain.
4. Istihsan; sama halnya dengan maslahah mursalah, istihsan lebih berorientasi pada individu yang menganggapnya baik, belum tentu pada individu lain beranggapan yang sama. Contoh istihsan kredit barang dan sama contohnya dengan maslahah mursalah.
5. Istishab; yaitu mempertahankan tradisi baik dan membuang tradisi yang tidak baik. Jika tradisi tersebut masih dianggap membawa kebaikan, maka dapat dibolehkan, tetapi jika tidak, boleh ditinggalkan dan diganti dengan tradisi yang lebih baik lagi.
6. Sadd al-Dzari’ah; yaitu menutup jalan kesulitan. Jika dianggap sulit dan menyulitkan, maka suatu perkara ditetapkan untuk tidak boleh dilaksanakan. Seperti menikah dengan yang tidak seagama. Karena dianggap menyulitkan atau menjadi masalah yang berkepanjangan, maka menikah beda agama berdasarkan sadd dzaria’h diharamkan.
7. ‘Urf; yaitu tradisi atau kebiasaan yang diperbuat oleh suatu daerah tertentu. Adat dapat dijadikan hukum, jika adat tersebut tidak bertentangan dengan hukum syara’. Contoh adat yang tidak bertentangan adalah penyelenggaraan tahlil dan shalawat. Sedangkan adat yang bertentangan adalah adu domba hewan.
8. Syar’u man qablana; yaitu syariat orang-orang sebelum kita. Seperti puasa nabi Daud, dan lain sebagainya. Dalam arti syariat-syariat orang sebelum kita dapat dijadikan alasan dalam pengambilan hukum.

selamat Belajar.
belajarlah, krn dg belajar, Anda akan berkembang dan sukses.

Selasa, 09 November 2010

materi Ilmu Fiqh KI/A-B

Bahan kuliah KI
Senin, 08 Nopember 2010
Cara istimbath ketiga: menganalisa bentuk cakupan lafazh
Ada dua bentuk cakupan lafazh: pertama: Mutlak dan Muqayad, kedua ‘Amm dan Khass. Mutlak adalah lafazh yang tidak memiliki batasan baik oleh sifat, keadaan atau jumlah. Contoh
Firman Allah SWT:
فتحرير رقبة (wajib kamu memerdekakan seorang budak) budak dalam ayat ini tidak dibatasi apakah budak yang beriman atau bukan beriman.
فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وايديكم منه (tayamumlah dengan debu suci, usaplah wajah dan tanganmu) kata tangan tidak dibatasi sampai dimana pembasuhannya.
واستشهدوا شهيدين من رجالكم (datangkanlah dua orang saksi dari laki-laki). Kata dua saksi tidak dibatasi tentang sifat keadilannya.
Adapun muqayad adalah kebalikan dari mutlah, yaitu lafazh yang memiliki batasan, baik dibatasi oleh sifat, keadaan atau jumlah. Contoh.
فتحرير رقبة مؤمنة (wajib memerdekakan budak yang beriman); budak dalam ayat ini dibatasi dengan beriman.
فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق (basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku) dalam ayat ini tangat dibatasi sampai siku.
واشهدوا ذوي عدل منكم (datangkan dua orang saksi yang adil) dua orang saksi dalam ayat ini dibatasi dengan adil.

Hokum yang berkaitan dengan mutlak-muqayyad
1. Apabila hukum dan sebabnya sama, para ulama sepakat bahwa wajib mengamalkan muthlak kepada muqayyad. Seperti contoh firman Allah Swt:
حرّمت عليكم الميتة والدّم ولحم الخنزير
“Diharamkan atas kamu bangkai, darah dan daging babi.” (QS. Al-Maidah:3).

Darah (Dam) yang diharamkan oleh Surat al-Maidah di atas disebutkan dengan lafazh muthlak, tanpa dijelaskan sifat-sifat dari darah itu.
Kemudian di dalam Surat al-An’am:145 Allah menerangkan bahwa darah yang diharamkan itu adalah darah yang bersifat mengalir. Firman-Nya:

قل لا أجد فيما أوحي إليّ محرّما على طاعم يطعمه إلاّ أن يكون
ميتة أو دما مسفوحا أو لحم خنزير

“Katakanlah, ‘Tidak aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi.” (QS. Al-An’am:145)

2. Apabila hukum dan sebabnya berbeda. Dalam hal ini, para ulama sepakat wajib memberlakukan masing-masing, muthlaq pada kemuthlakannya dan muqayyad pada kemuqayyadannya.

3. Hukum berbeda sedangkan sebabnya sama, ulama sepakat bahwa muthak harus dipahami pada kemuthalakannya dan muqayyada pada kemuqayyadannya. Contoh, hukum wudhu dan tayammum, dan sebabnya sama yaitu karena hadats. Sebagaimana firman Allah Swt:
فتيمّموا صعيدا طيّبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم منه
“Maka bertayammumlah dengan tanah yang bersih, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah:6).

Akan tetapi pada hukum wudhu Allah Swt berfirman:
يا أيها الذين أمنوا إذا قمتم الى الصلوة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم الى المرافق
“Hai orang-orang beriman, jika hendak mendirikan shalat, maka basuhlah muka mu dan kedua tanganmu sampai kedua siku. (QS. Al-Maidah:6)

4. Hukum sama sedangkan sebabnya berbeda, dalam hal ini ulama berselisih pendapat ada yang mengharuskan muthlaq dibawa kepada muqayyad dan ada yang mengharuskan muthlak dibawa kepada kemuthlakannya dan muqayyad juga dibawa kepada kemuqayyadannya. Contoh harus mendatangkan dua orang saksi dalam soal hutang piutang sebagaimana firman Allah Swt:
واستشهدوا شيهدين من رجالكم
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki” (QS. Al-Baqarah: 282).

Dua orang saksi tersebut disebutkan secara mutlak, akan tetapi dalam merujuk istri, harus mendatangkan dua orang saksi yang adil. Sebagaimana firman Allah Swt:
وأشهدوا ذوى عدل منكم

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu.” (QS. Al-Thalaq:2).
Amm dan Khass
Lafazh ‘Amm adalah suatu lafazh yang menunjukkan satu makna yang mencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu. Seperti ulama Hanafiyah mendefinisikan ‘amm dengan:
كلّ لفظ ينتظم جمعا سواء أكان باللفظ او بالمعنى
“Setiap lafazh yang meancakup banyak, baik secara lafazh maupun makna.”
Al-Bazdawi mendifinisikan khass adalah:
كلّ لفظ وضع لمعنى واحد على الإنفراد وانقطاع المشاركة
“Setiap lafazh yang dipasangkan pada satu arti yang menyendiri, dan terhindar dari makna lain yang musytarak.”
Takhsis al-Quran dengan al-Quran
Ulama telah sepakat menetapkan bolehnya al-Quran mentakhsis al-Quran. Seperti firman Allah Swt:
والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثلاثة قروء
“Perempuan-perempuan yang bercerai dari suaminya hendaklah beriddah sampai 3 quru’. (QS. al-Baqarah (2):229).
Ayat ini ditakhsis dengan firman Allah Swt:
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعة أشهر وعشرا
“Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan isteri hendaknya iddah mereka menunggu sampai 4 bulan sepuluh hari.” (QS. al-Baqarah (2):234).
Takhsis al-Quran dengan Sunnah
Untuk sunnah yang kekuatannya mutawatir, para ulama tidak berbeda pendapat tentang bolehnya Sunnah itu mentakhsis al-Quran. Tetapi untuk Sunnah yang kekuatannya Ahad, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mentakhsis al-Quran. Imam mazhab yang empat (Syafii, Maliki, Hanafi dan Hanbali) berpendapat bolehnya mentakhsis al-Quran dengan khabar ahad. Seperti lafazh ‘amm dalam firman Allah SWT:
ولا تأكلوا مماّ لم يذكر اسم الله عليه وانّه لفسق
“Janganlah kamu semua makan (binatang sembelihan) yang belum disebut bismillah terhadap binatang tersebut (ketika disembelih), karena itu adalah perbuatan dosa.” (QS. Al-An’am:121).

Ayat tersebut ditakhsis dengan khabar ahad sebagai berikut:

المسلم يذبح على اسم الله سمّي او لم يسمّ
“Seorang muslim menyembelih dengan menyebut bismillah, sebutlah bismillah atau tidak.” (HR. Abu Daud).

Sedangkan menurut mayoritas ulama Hanafiyah bahwa khabar ahad tersebut tidak dapat mentakhsis lafazh ‘amm al-Quran di atas. Oleh karena itu, mereka tetap mengharuskan sekalipun kepada seorang muslim harus membaca bismillah ketika menyembelih hewan.
Takhsis Sunnah dengan al-Quran
Contoh:
Sabda Rasulullah Saw:
البكر بالبكر جلد مائة ونفي سنة
“Perempuan yang berzina dengan bujangan hukumannya adalah dipukul 100 kali dan dibuang setahun.”
Pengertian ‘amm hadits di atas ditakhsis oleh ayat al-Quran yang menjelaskan bahwa sanksi untuk hamba sahaya hanya separoh yang dikenakan kepada orang yang merdeka, firman Allah Swt:
فعليهنّ نصف ما على المحصنات من العذاب
“Atas mereka ditimpakan hukuman separoh dari apa yang dibebankan kepada perempuan muhsonat.” (QS. al-Nisa:25).

Takhsis Sunah dengan Sunnah
Contoh lain ‘amm yang ditakhsis adalah:
فيما سقت السماء والعيون او كان عثريا العشر وفيما سقى بالنضخ نصف العشر
“Zakat hasil bumi yang diairi sumber air atau air hujan adalah 10% sedangkan zakat yang diairi irigasi adalah 5%.” (HR. Bukhari dan Ashab al-Sunan).

Ditakhsis dengan sabda Rasulullah SAW:

ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة
“Tidak ada zakat bagi yang kurang dari lima ausuq.”

Menurut jumhur lafazh takhsis disini sebagai penjelas terhadap ‘amm.

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, zakat hasil bumi diwajibkan tanpa harus ada nishab, baik sedikit ataupun banyak, tetap wajib dizakati. Mereka berpegang kepada hadits yang ‘amm. Sedangkan pada hadits yang khas, mereka menyatakan bahwa hadits tersebut berlaku pada zakat perdagangan.

Nilai KI B/I/2010-2011

NO NIM NAMA NILAI JUM
UTS UAS MAN KEL
1 1210201058 Iyis Irnawati 80
2 1210201059 Lina Fitriyah 65
3 1210201069 M. Abd. Rojak 45
4 1210201068 M. Ihsan Nurdin 55
5 1210201063 M. Luthfi Adriansyah 55
6 1210201071 M. Sihabudin A 70
7 1210201060 M. Syara Nurhakim 80
8 1210201062 Moh. Iqbal 75
9 1210201064 Mohammad Arijal 70
10 1210201072 muhibah Rohmaniah 55
11 1210201073 Munady Syarif 75
12 1210201074 Mutiara Ramdani 70
13 1210201065 My. Bahati Khaeroh 75
14 1210201075 N. Teni Niswah T 65
15 1210201076 Nining Uspuriyah 85
16 1210201039 Nur Halimah 75
17 1210201079 Nur Iman 75
18 1210201077 Nurhadi Anshori 85
19 1210201080 Nurlan Ahmad 75
20 1210201081 Obar Ridwan 65
21 1210201082 Onah Saonah 75
22 1210201083 Purnama 80
23 1210201084 Rahmatia Daing Raka 35
24 1210201085 Rajiman Mau 70
25 1210201086 Rangga A 75
26 1210201087 Reni Marlinawati 45
27 1210201089 Rida Nurhayati 75
28 1210201090 Ridwan Kamaludin 70
29 1210201091 Rima Sari S 70
30 1210201092 Rina Rahmawati 75
31 1210201093 Rizka Septiyani 75
32 1210201094 Robiatul Adawiyah 80
33 1210201095 Saepul 50
34 1210201096 Santika 70
35 1210201097 Sari Patmawati 70
36 1210201115 Siti Nuraeni 60
37 1210201099 Siti Riadhoh N 55
38 1210201100 Sofiah 65
39 1210201101 Sri Lestari Fauziah 75
40 1210201102 Suci Jatnikasari 80
41 1210201103 Sukari 75
42 1210201104 Suyono R. Abdullah 60
43 1210201105 Syifa Fauziah 55
44 1210201107 Umi Latifah 45
45 1210201108 Vira Aprianti 70
46 1210201109 Wahyu Saripudin 75
47 1210201111 Yani Suryani H 70
48 1210201112 Yudi Irawan 80
49 1210201113 Zaini Hafidzh 70
50 1210201114 Zulfa Dzakiyah 60

Nlai UTS KI A

NO NIM NAMA NILAI JUM
UTS UAS MAN KEL
1 1210201003 Aceng Qodir 40
2 1210201004 Acep Andri 50
3 1210201001 Ahm. Firdaus 40
4 1210201005 Ahmad Noval S 55
5 1210201006 Ahmad Saeful Ibada 60
6 1210201002 Ahmad Taufik 45
7 1210201008 Ai Hirin Nurhayati 50
8 1210201009 Ai Sumiati 75
9 1210201010 Aidah 80
10 1210201011 Amar Sutiana 50
11 1210201012 Aneu Deri A 55
12 1210201013 Asep Lesmana 70
13 1210201014 Asep Sahrudin 55
14 1210201015 Asep Suherli 75
15 1210201016 Azizah Isalmiyah 80
16 1210201017 Badri Taman 50
17 1210201018 Chairil Afriansyah 70
18 1210201019 Dadan Nugraha 50
19 1210201020 Dadang Ahmad 55
20 1210201021 Dani Ramdani 55
21 1210201022 Daryani 55
22 1210201023 Dede Idrus 55
23 1210201024 Dede Samsudin 50
24 1210201025 Dede Uji 55
25 1210201026 Deni Irawan 60
26 1210201027 Deri Maulana 60
27 1210201028 Dwi Apriani 90
28 1210201029 Dwi Islami Meinanto 50
29 1210201030 Dzikrurrahman 75
30 1210201031 E. Dimyati 60
31 1210201023 E. Roya Muyassari 65
32 1210201033 Eka Nur Delima 35
33 1210201035 Euis Siti Asiah 70
34 1210201036 Farhan 60
35 1210201037 Femi Nur Astarina 65
36 1210201039 Hamidah 30
37 1210201041 Hanifah Muslimah 70
38 1210201042 Herman H 55
39 1210201043 Hidayatullah 55
40 1210201049 Hilda Fauajiah 50
41 1210201045 Hilman Indrawan 65
42 1210201046 Ibrahim Nurhidayat 50
43 1210201050 Ilfi Nur Faizatul B 80
44 1210201051 Imas Nurasiah 55
45 1210201052 Indra Riana Rosid 50
46 1210201053 Intan Diah Purnama 60
47 1210201054 Iqbal Fauzi 50
48 1210201055 Iqbal Irawan 45
49 1210201056 Ira Susanti 45
50 1210201057 Iwan Taupik 50